Jumat, 29 Mei 2009 pukul 01:54:00
Pembukaan Prodi Ekonomi Semakin Terbuka
JAKARTA -- Sumber daya manusia untuk industri keuangan syariah saat ini masih belum mencukupi secara kuantitas. Belum sesuainya antara kebutuhan industri dan lulusan ekonomi Islam menjadi salah satu kendala. Saat ini pun belum banyak universitas yang membuka program studi ekonomi Islam dan baru sebatas konsentrasi atau jurusan.Namun, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Agustianto mengatakan, Menteri Pendidikan Nasional telah menyetujui Universitas Gajah Mada untuk membuka program studi ekonomi Islam. ''Setelah UI dan UGM membuka program studi yang lainnya juga pasti ikut,'' kata Agustianto kepada Republika, beberapa waktu lalu.IAEI sendiri sebelumnya telah menyusun draft kurikulum ekonomi Islam bagi program D3, S1, dan S2. Draft kurikulum tersebut telah diajukan ke Departemen Pendidikan Nasional sebagai acuan kurikulum. IAEI pun mendapat kepercayaan untuk memberikan rekomendasi bagi perguruan tinggi yang ingin membuka program studi ekonomi Islam. ''Dalam membuka program studi segala sesuatunya harus dipersiapkan, baik dosen maupun infrastrukturnya,'' kata Agustianto.Pembukaan program studi ekonomi Islam di universitas saat ini, lanjutnya, adalah hal tepat. Pasalnya, di tengah kritik terhadap ekonomi kapitalis karena krisis ekonomi global, sekarang adalah waktu tepat untuk mengembangkan SDM keuangan syariah yang kompeten. Untuk mewujudkan hal tersebut pun perlu adanya lembaga pendidikan yang terintegrasi dan memberikan pemahaman ekonomi syariah secara komprehensif.Meski demikian Agustianto menampik bila seluruh lulusan ekonomi Islam saat ini belum sesuai dengan industri keuangan syariah. ''Banyak faktor ada lulusan yang tidak masuk ke lembaga keuangan syariah, misalnya saja lulusan itu menggeluti bisnis usaha menjadi entrepreneur,'' tandasnya. Ada pula, lanjut dia, lembaga yang merekrut melalui jaringan alumni universitas tertentu.Untuk mengembangkan ekonomi syariah, lanjut Agustianto, sejumlah perguruan tinggi pun telah memiliki jurnal ilmiah ekonomi Islam. ''Setidaknya 10 perguruan tinggi sudah punya jurnal ilmiah dan masing-masing memliki kebebasan untuk mengembangkan ilmu ekonomi Islam,'' katanya.Agustianto mengatakan bahwa studi ekonomi Islam sendiri sudah berkembang di beberapa negara dan menjadi disiplin ilmu ilmiah, seperti Malaysia, Pakistan, Mesir, dan Australia. Dengan demikian Indonesia pun harus terus meningkatkan kualitas pendidikan ekonomi Islam. Dalam draft kurikulum yang disusun IAEI terdapat rumpun ke-Islaman sebanyak 18 persen, umum, dan ekonomi (33 persen), akuntansi (10 persen), dan manajemen (38 persen). gie
Pembukaan Prodi Ekonomi Semakin Terbuka
JAKARTA -- Sumber daya manusia untuk industri keuangan syariah saat ini masih belum mencukupi secara kuantitas. Belum sesuainya antara kebutuhan industri dan lulusan ekonomi Islam menjadi salah satu kendala. Saat ini pun belum banyak universitas yang membuka program studi ekonomi Islam dan baru sebatas konsentrasi atau jurusan.Namun, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Agustianto mengatakan, Menteri Pendidikan Nasional telah menyetujui Universitas Gajah Mada untuk membuka program studi ekonomi Islam. ''Setelah UI dan UGM membuka program studi yang lainnya juga pasti ikut,'' kata Agustianto kepada Republika, beberapa waktu lalu.IAEI sendiri sebelumnya telah menyusun draft kurikulum ekonomi Islam bagi program D3, S1, dan S2. Draft kurikulum tersebut telah diajukan ke Departemen Pendidikan Nasional sebagai acuan kurikulum. IAEI pun mendapat kepercayaan untuk memberikan rekomendasi bagi perguruan tinggi yang ingin membuka program studi ekonomi Islam. ''Dalam membuka program studi segala sesuatunya harus dipersiapkan, baik dosen maupun infrastrukturnya,'' kata Agustianto.Pembukaan program studi ekonomi Islam di universitas saat ini, lanjutnya, adalah hal tepat. Pasalnya, di tengah kritik terhadap ekonomi kapitalis karena krisis ekonomi global, sekarang adalah waktu tepat untuk mengembangkan SDM keuangan syariah yang kompeten. Untuk mewujudkan hal tersebut pun perlu adanya lembaga pendidikan yang terintegrasi dan memberikan pemahaman ekonomi syariah secara komprehensif.Meski demikian Agustianto menampik bila seluruh lulusan ekonomi Islam saat ini belum sesuai dengan industri keuangan syariah. ''Banyak faktor ada lulusan yang tidak masuk ke lembaga keuangan syariah, misalnya saja lulusan itu menggeluti bisnis usaha menjadi entrepreneur,'' tandasnya. Ada pula, lanjut dia, lembaga yang merekrut melalui jaringan alumni universitas tertentu.Untuk mengembangkan ekonomi syariah, lanjut Agustianto, sejumlah perguruan tinggi pun telah memiliki jurnal ilmiah ekonomi Islam. ''Setidaknya 10 perguruan tinggi sudah punya jurnal ilmiah dan masing-masing memliki kebebasan untuk mengembangkan ilmu ekonomi Islam,'' katanya.Agustianto mengatakan bahwa studi ekonomi Islam sendiri sudah berkembang di beberapa negara dan menjadi disiplin ilmu ilmiah, seperti Malaysia, Pakistan, Mesir, dan Australia. Dengan demikian Indonesia pun harus terus meningkatkan kualitas pendidikan ekonomi Islam. Dalam draft kurikulum yang disusun IAEI terdapat rumpun ke-Islaman sebanyak 18 persen, umum, dan ekonomi (33 persen), akuntansi (10 persen), dan manajemen (38 persen). gie
0 komentar:
Posting Komentar