Bisnis Indonesia, 16 Oktober 2009
JAKARTA: Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Agustianto, mengusulkan pembiayaan hutan tanaman rakyat (HTR) yang dikucurkan pemerintah menggunakan pola syariah mudharabah muqayyadah off balance sheet yang menjadikan bank sebagai konsultan atau arranger saja. Dengan pola ini, bagi hasil yang disetorkan kepada BLU (Badan Layanan Umum) Departemen Kehutanan selaku shahibul mal, bisa lebih murah, yaitu dengan fee 2 %.
Murahnya pembiayaan itu, lanjutnya, disebabkan bank syariah tidak menanggung resiko macet dan tidak berkewajiban melakukan penagihan.. Dana pemerintah tidak masuk dalam pasiva bank syariah. Meskipun demikian, cicilan dapat disetor ke bank syariah yang menjadi mitra BLU Dephut.
Agustianto mengatakan pihak bank hanya bertindak sebagai konsultan yang memperoleh fee jasa sebesar 2%. “Namun tanggung jawab jika terjadi kredit macet dari para petani tetap berada pada Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P3H) atau BLU Departemen Kehutanan,” katanya.
Menurut dia, pembiayaan pola mudharabah muqayyadah off balance sheet itu sebenarnya lembaga P3H berhubungan langsung dengan petani, tanpa menggunakan lembaga intermediasi . “Jika P3H menggunakan pihak ketiga secara on balance sheet atau perbankan konvensional sebagai mediator, maka costnya bagi petani,makin mahal, bias . mencapai 12%, Pahal harga margin dasar hanya 7 %. ” katanya.
Beban pembiayaan sebesar 12% yang diberlakukan bank konvensional tetap berdampak dalam penyaluran dana kepada para petani yang akan mengelola hutan tanaman rakyat tersebut. Hal itu memberatkan bagi petani.
Namun jika P3H tetap menginginkan pertanggungjawaban pihak bank syariah melalui pola mudharabah muqayyadah on balance sheet yang mana pihak bank tetap bertanggung jawab penuh, apabila terjadi risiko pengembalian dana pinjaman (kredit macet), maka biaya yang dibutuhkan untuk operasionalisasinya bisa lebih besar juga sebagaimana bank konvensional, yakni mencapai 12%. P3H tentu tidak mau harganya menjadi mahal seperti itu.
Di posting oleh: Joko Wahyuhono
0 komentar:
Posting Komentar