Agenda Training

Ikutilah!!! >>>> Training dan Workshop Fikih Muamalah on Islamic Banking and Finance Level Intermediate (Angkatan 84) 6 - 7 Februari 2014 # Workshop Nasional Notaris Syariah 24 - 25 Januari 2013 # Workshop Hybrid Contracts pada Produk Perbankan Syariah 13 - 14 Maret 2013 Hub. Sdr. Joko (082110206289). BURUAN DAFTAR

Training

Training

MENYOAL OFFICE CHANNELING BANK SYARIAH

Oleh : Agustianto

Dalam rangka akselerasi pencapaian market share bank syariah, Bank Indonesia sejak setahun lalu mengeluarkan kebijakan baru bagi industri perbankan syariah, yaitu PBI No 8/3/PBI/2006. Materi paling penting pada peraturan tersebut adalah penerapan office channeling bagi bank-bank syari’ah. Kebijakan ini merupakan inovasi dan terobosan baru yang bisa dibilang spektakuler bagi pengembangan industri perbankan syariah di Indenesia.
Kebijakan office channeling juga dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat kepada jasa perbankan syariah. Dengan sistem baru ini bank syariah tidak perlu lagi membuka cabang UUS di banyak tempat dalam memberikan pelayanan perbankan syariah. Sehingga biaya ekspansi jauh lebih efisien. Kebijakan office channeling ini juga dimaksudkan untuk mengarahkan aktivitas perbankan agar mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional melalui kegiatan perbankan syariah.
Penerapan office channeling, akan semakin memudahkan masyarakat melakukan transaksi syariah. Dengan kata lain, akses terhadap lokasi bank syariah yang selama ini menjadi kendala akan dapat teratasi, karena selama ini masyarakat yang mau bertransaksi dengan bank syariah mengalami kesulitan karena belum banyak bank syariah yang beroperasi di Indonesi. Dengan office channneling kendala tersebut bisa teratasi.
Berdasarkan realita di atas, maka pelayanan office channelling ini, seyogianya berpengaruh positif terhadap perkembangan industri bank syariah di masa depan. Dengan semakin mudahnya masyarakat mendapatkan akses layanan perbankan syariah, diperkirakan pertumbuhan bank syariah akan semakin besar secara signifikan. Sehingga market share perbankan syariah terhadap perbankan nasional. bisa meningkat pula. Saat ini market share (pangsa pasar) perbankan syariah baru sekitar 1,7 persen dari total asset perbankan secara nasional. Dengan office channeling, target yang dipasang Bank Indonesia dalam blueprint, akan seharusnya terlampaui pada tahun 2011.
Tetapi sejak tahun office channeling diluncurkan, tanda-tanda quantum growing (loncatan pertumbuhan) perbankan syariah belum terlihat. Sampai semester pertama tahun 2007, market share perbankan syariah seakan masih jalan di tempat, berkisar antara 1,6 – 1,7 persen. Bagimana mungkin dalam 18 bulan lagi bisa mencapai 5,2 % ?.
Edukasi dan Sosialisasi
Kebijakan office channneling tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan industri perbankan syariah, tanpa diawali dan dibarengi dengan upaya edukasi masyarakat tentang konsep operasional bank syariah dan keunggulannya. Prof.Dr.M.A.Mannan, pakar ekonomi Islam, dalam buku Ekonomi Islam, sejak tahun 1970 telah mengingatkan pentingnya upaya edukasi masyarakat tentang keunggulan sistem syariah dan keburukan dampak sistem ribawi. Dalam hal ini keseriusan Bank Indonesia perlu dipertanyakan, karena selama ini Bank Indonesia tidak memberikan perhatian yang berarti bagi upaya sosialisasi bank syariah.
Fakta membuktikan, bahwa market share perbankan syariah masih sekitar 1,7 persen, karena itu perlu gerakan edukasi dan pencerdasan secara rasional tentang perbankan syariah, bukan hanya mengandalkan kepatuhan (loyal) pada syariah. Masyarakat yang loyal syariah terbatas paling sekitar 10-15 %. Masyarakat harus dididik, bahwa menabung di bank syariah, bukan saja karena berlabel syariah, tetapi lebih dari itu, sistem ini dipastikan akan membawa rahmat dan keadilan bagi ekonomi masyarakat, negara dan dunia, tentunya juga secara individu menguntungkan.
Karena informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat masih banyak yang menyamakan bank syariah dan bank konvensional secara mikro dan sempit. Masyarakat (publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem bunga, membawa dampak yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia dan negara-negara bangsa. Karena itu sistem syariah harus dibangun secara bertahap. Jadi, syarat utama, keberhasilan office channelling bank-bank syariah adalah edukasi dan sosialisasi.
Jika masyarakat masih menganggap sama bank syariah dengan bank konvensional, itu berarti, masyarakat belum faham tentang ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro syariah tentang interest, dampaknya terhadap inflasi, produkti, unemployment, juga belum faham tentang prinsip, filosofi, konsep dan operasional bank syari’ah. Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan yang floating (mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah berpindah-pindah. Maka perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif, yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan spiritual.
Pendekatan rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat bagi hasil dan margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas. Pendekatan moral adalah penjelasan rasional tentang dampak sistem ribawi bagi ekonomi negara, bangsa dan masyarakat secara agregat, bahkan ekonomi dunia. Maka secara moral, tanpa memandang agama, semua orang akan terpanggil untuk meninggalkan sistem riba.
Pendekatan spiritual adalah pendekatan emosional keagaaman karena sistem dan label syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka yang taat menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi syariah. Upaya membangun pasar spiritual yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin gencar sosialissi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat asset bank-bank syariah.
Selain persoalan edukasi dan sosialisasi, masalah yang harus diperhatikan pelaku perbankan adalah masalah keterampilan SDM di bank konvensional yang membuka office channeling. Coorporate culture bank syariah juga harus menjadi perhatian praktisi perbankan yang membuka sistem office channeling ini.

Efektifitas Sosialisasi Bank Indonesia
Kembali kepada urgensi gerakan edukasi dan sosialisasi bank syariah, jika dilihat dari gerakan dan program sosialisasi yang dilakukann oleh Bank Indonesia, ternyata program sosialisasi masih sangat minim. Menurut laporan akhir tahun Bank Indonesia 2006, kegiatan sosialisasi oleh Bank Indonesia sepanjang tahun 2006 hanyalah 51 kali. Sebuah upaya yang sangat minim mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia. Idealnya dalam setahun bisa dilakukan minimal 5 juta kali sosialisasi dalam setahun, bukan 51 kali. Asumsinya, jumlah masjid di Indonesia sekitar 600.000 buah. Jika dalam setahun hanya 1 kali sosialisasi di tiap masjid, maka dibutuhkan 600.000 kali sosialisasi. Ingat di masjid-masid tidak cukup hanya sekali sosialisasi., minal 3 atau 4 kali sosialisasi,agar pemahaman jamaah benar-benar mendalam, bukan sekedar kulit. Belum termasuk sosialisasi terhadap 600.000 ustaz/ulamanya. Untuk mentraining para ulama minimal dibutuhkan 6.000 kali sosialisasi, dengan asumsi setiap sosialiasi dihadiri 100 peserta. Setiap sosilisasi memakan waktu 3 hari.
Belum lagi sosialisasi terhadap pesantren yang jumlahnya mencapai 15.000. buah yang tersebar di Indonesia. Jika dalam setahun hanya dilakukan 1 kali kegiatan sosialisasi, maka dibutuhkan 15.000 kali sosialisasi. Sosialisasi juga harus dilakukan kepada seluruh seluruh Perguruan Tinggi, tidak saja kepada fakultas ekonomi dan fakultas syariah tetapi juga ke seluruh civitas akademika, biro rektor dan sebagainya. Jumlah secara keseluruhan juga tidak kurang dari 15.000.-. Demikian pula kepada seluruh sekolah Madrasah Aliyah, Tsnawiyah, MAN, dan SMU. Jumlahnya lebih dari 50.000 sekolah. Demikian pula kepada aparat pemerintah di setiap kecamatan, kabupaten kota, para pegawai di dinas-dinas pemerintah, DPRD, instansi departemen di tingkat propinsi dan kabupaten kota. Sosialisasi juga mutlak dilakukan berkali-kali dalam setahun kepada majlis talim ibu-ibu yang tersebar di seluruh Indonesia. Ingat hampir di setiap desa dan kelurahan terdapat majlis ta’lim ibu-ibu, Jumlahnya ratusan ribu majlis ta’lim ibu-ibu. Belum lagi kelompok KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji). Bahkan tidak mustahil sosialisasi kepada sekolah SD dan TK, agar bank syariah lebih dkenal sejak awal.
Berdasarkan kebutuhan akan sosialisassi tersebut, maka tidak aneh jika saat ini dibutuhkan 5 juta kali sosialisasi oleh para ahli dan atau ustaz yang terlatih. Iklan di televisi, radio memang dibutuhkan, numun sosialisasinya tidak mendalam dan siginifikan mencerdaskan umat Islam yang mendengarnya. Maka di samping iklan media massa, diperlukan edukasi langsung kepada masyarakat.
Perlu menjadi catatan, bahwa Bank Indonenia tidak boleh merasa bahwa sosialisasi yang dilakukannya sudah terlalu banyak. Ini kesalahan yang sangat fatal. Sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia bagaikan setetes air di tengah sungai yang besar, hampir tidak berpengaruh bagi masyarakat secara signifikan, maka tidak aneh jika sejak beberapa tahun terakhir market share bank shariah masih kecil. Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang luas. Penduduknya lebih dari 200 juta. Maka edukasi bank syariah mustahil dilakukan sendirian oleh Bank Indonesia dan PKES yang dibentuknya, ditambah promosi bank-bank syariah. Upaya-upaya promosi dan sosialisasi itu masih sangat kecil dan terbatas. Ratusan juta (sebagian besar) umat Islam Indonesia belum mengerti tentang sistem perbankan syariah. Puluhan ribu ulama yang berkhutbah di mesjid belum menyampaikan materi ekonomi syariah secara rasional, ilmiah, bernash agama dan meyakinkan umat. Ratusan ribu mesjid masih sepi dari topik ekonomi ekonomi syariah, karena para ustasnya tidak mengerti (bahkan tidak aykin) pada keunggulan bank syariah. Malah masih terlalu banyak ulama yang berpandangan dangkal bahkan miring tentang perbankan syariah. Demi Allah, kita dari DPP IAEI siap dan benar-benar sanggup untuk melakukan perubahan paradigma ulama tentang perbankan serta mentraining ulama berdasarkan pendekatan integratif, ilmu-ilmu syariah dan ekonomi. Ilmu-ilmu syariah dakam hal ini bukan hanya fiqh muamalah, tetapi perangkat ilmu-ilmu alat yang sering menjadi andalan para ulama, seperti ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh, qawaid fiqh, falsafah tasyri’, falsafah hukum Islam. Kesemuanya digabungkan dengan ilmu-ilmu modern, ilmu ekonomi moneter, perbankan dan ilmu ekonomi makro.
Selama ini pendekatan sosialisasi belum utuh dan integratif, masih parsial dan tidak tuntas, sehingga virus keraguan para ulama dan masyarakat tidak hilang. Senjata sosilissi belum ampuh menaklukkan ilmu para ulama, akademisi dan tokoh agama. Maka diperlukan modul dan materi yang telah terbukti ampuh berhasil merubah paradigma ulama dan myakinkan mereka secara rasional, ilmiah, tajam dan disertai pendekatan ilmu-ilmu syariah itu sendiri. Jika orang Bank Indonesia memberikan sosialisasi kepada para ulama pesantren, maka ulama bisa saja menolak berdasarkan ilmu ushul fiqh atau disiplin ilmu syariah lainnya. Sebaliknya jika ulama pesantren yang sosilisasi, juga tidak cukup karena tidak ada informasi ilmiah yang dilekatkan kepada syariah. Para ulama menggangap bahwa para bankir dari Bank Indonesia tidak ahli dalam tafsir ayat-ayat al-quran, hadits, ilmu ushul fiqh, tarikh tastri’ dan sebagainya. Karena itu, pendekatan kepada ulama haruslah melalui pendekatan ilmu-ilmu syariah sendiri ditambah ilmu-ilmu moneter dan perbankan secara utuh.
Jika Bank Indonesia dan bank-bank syariah bekerjasama dengan IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) dan para akademisi serta ulama secara serius dalam mengedukasi masyarakat, maka akan terjadi kemajuan yang luar biasa, tidak saja loncatan hebat dalam market share bank syariah, tetapi juga terbangun kecerdasan umat dalam memilih lembaga perbankan secara ilmiah dan istiqamah.

Perbankan syariah di era mendatang diprediksikan akan mengalami booming dan quantum growing, yaitu loncatan pertumbuhan yang cepat. Bank Indonesia memasang target untuk tahun depan, asset bank syariah akan meningkat tajam dari market share 1,6 % awal tahun 2006 akan menjadi 3,5 % pada dua tahun mendatang.

Loncatan percepatan ini dikarenakan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan baru bagi industri perbankan, yaitu PBI No 8/3/PBI/2006. Materi paling penting pada peraturan tersebut adalah penerapan office channeling bagi bank-bank syari’ah. Kebijakan ini merupakan inovasi dan terobosan baru yang bisa dibilang spektakuler bagi pengembangan industri perbankan syariah di Indenesia.
Tujuan
Quantum Growing
Dengan kebijakan office channeling ini dipredikan dalam 2 sampai 3 tahun mendatang, bank syariah akan mengalami booming, yaitu ledakan pertumbuhan besar-besaran atau quantum growing (loncatan pertumbuhan cepat). Pertumbuhan jaringan layanan perbankan, diprediksikan bisa mencapai 400-500 %. Bayangkan !, Bank Permata Syariah, yang selama hanya ini hanya memiliki belasan kantor cabang syari’ah, sekarang, telah bisa melayani di 212 kantor cabang di seluruh Indonesia. Dengan demikian, kuantitas pelayanan kantornya (yang bisa melayani transsaksi syariah), meningkat lebih 1000 %. Belum lagi bank BRI, Bank BNI, Bank Niaga, Bank Danamon, Bank Bukopin, Bank Pembangunan Daerah, Bank BII dan belasan bank konvensional lainnya yang selama ini telah membuka Unit Usaha Syari’ah.
Khusus Bank BRI, yang memiliki jaringan pelayan sampai ke kecamatan merupakan potensi besar untuk menggali dana-dana syariah. Sehingga BRI menjadi Bank Rahmat Indobnesia (BRI), kembali ke fitrahnya sesuai dengan histori kelahirannya dari mesjid yang bernuansa syariah.
Saat ini masing-masing divisi bank syari’ah memasang target besar. Bank Permata Syariah misalnya, memasang target sampai 200 %, Bank Niaga, memasang terget juga 200%. Asset bank Niaga syariah yang saat ini Rp 120 milyard ditergat di tahun depan menjadi Rp 360 milyard. Bank BRI syariah diprediksikan akan meningkat secara fantastis dengan penerapan office channeling ini..

Belum termasuk sekolah SMU
Jika dilihat dari segi dana yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk sosialisasi perbankan syariah, masih sangat kecil. Tidak seimbang dengan tekad dan target yang dipancangkannya. Berdasarkan kenyataan itu, dapat disimbulkan Bank Indonesia sesungguhnya tidak serius mengembangkan perbankan syariah.


Jika ada DSN melalui lisan Kh.Malruf Amin, pendekatanya masih mengandalkan laoyalitas dan emosional. Padahal pendekatan harus benar-benar komprehsnif, yaitu integrasi antara spiritual dan rasional,tempat umat Isalam beribadah belum dijadasn keunggulan bank syariah adalah bahwa le ini tidak boleh merasa

Selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah kemana alokasi pembiayaan dana jika terkumpul. Selama ini, FDR (Financing to Deposit Ratio) bank syariah sering di atas 100 %. Bagi bank syariah, perkara menyalurkan dana selama ini tak jadi masalah. Namun demikian, bank syariah harus tetap secara konsisten menerapkan asas prudensial (kehati-hatian) dalam penyaluran pembiayaan. Dulu, ketika ada fatwa MUI tentang bunga bank, kekhawatiran itu muncul, namun perbankan syariah bisa memberikan solusi, sehingga dana masyarakat tetap bisa disalurkan, dan FDR tetap tinggi.
Peluang ini di sisi lain harusnya mendorong tumbuhnya para pengusaha syariah yang profesional yang dapat mengelola dana-dana syariah yang cukup melimpah jika office channeling nantinya berbuah dengan sukses.(Penulis adalah Sekjen DPP IAEI, Dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah Universitas Indonesia Jakarta)

0 komentar: